1. Tahfizhul Qur'an

Seseorang yang meyakini bahwa Al-Qur’an sebagai “kalamullah” maka ia akan menjadikannya sebagai sarana taqarrub kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Aktivitas senantiasa berdasarkan kecintaan dan keimanan kepada Allah sehingga Al-Qur’an menjadi prioritas dalam kehidupan baik dengan cara mempelajari, menghafal, maupun mengamalkan isi kandungannya.

Definisi tahfizh Al-Quran yaitu proses mempertahankan, menjaga, dan melestarikan kemurnian Al-Qur’an sebagai mukjizat yang diturunkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Salah satu tujuannya yaitu melalui hafalan 30 juz untuk menghindari bahaya modifikasi, pemalsuan, dan bertujuan melindungi seluruh atau sebagian hafalan dari risiko kelupaan atau pun kesalahan.

Tahfidz Quran adalah proses membaca Al-Quran secara berulang sehingga menjadi hafalan Al-Quran yang terbayang tulisan, cara pengucapan, tadabur terjemah dan susunan ayat yang dihafalkan. Proses menghafal Alquran dilakukan dengan metode yang berbeda-beda. Setiap metode tahfidz Quran memiliki kelemahan dan kelebihan.

Standar tahfidz Al-Quran yang dilakukan di Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional yaitu dengan ikhtiar Metode Yadain Litahfizhil Quran yang intinya Visualisasi Tadabbur, Al-Quran Virtual, dan Jari Al-Quran Yadain sebagaimana dibahas pada artikel-artikel website ini.

Al-Quran merupakan wahyu terakhir yang dibawa oleh nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Agar kitab suci ini tidak punah dan tidak mengalami perubahan seiring zaman maka pembelajaran tahfiz Al Quran menjadi tradisi dari generasi ke generasi sehingga Al-Quran tetap lestari tanpa perubahan hingga akhir zaman.

2. Kitab Kuning

Kitab kuning salah satu kitab klasik yang memiliki peran penting dalam transformasi ilmu agama. Dikatakan sebagai kitab kuning karena kitab ini dicetak di kertas yang berwarna kekuning-kuningan. Ciri khas dari kitab kuning selain dicetak di kertas berwarna kuning, isi tulisan tidak ada harokat, alias gundul.

Karena tulisan gundul inilah, hanya orang yang tahu ilmu dan cara membacanya. Buat yang masih pemula, dijamin hanya bengong tidak bisa membaca. Namun diera semakin maju, pasalnya kitab kuning yang dicetak ulang dengan gaya baru sudah dicetak menggunakan kertas tidak kuning, atau dicetak di kertas HVS dan sudah diberi harakat.

Ditinjau dari segi isi, kitab kuning sebagai kitab klasik yang masih digunakan sampai sekarang memang dianggap sebagian orang kurang pas, dianggap tidak etis, memunculkan stigma dan tidak sopan. Wajar jika muncul komentar seperti itu di tengah perkembangan teknologi dan perubahan sudut pandang modernisasi yang pesat.

Ujian seperti yang disebutkan di atas, kitab kuning tetap masih banyak digunakan kalangan pesantren, ataupun untuk masyarakat umum yang sadar akan ngaji (belajar ilmu agama). Justru perkembangan yang serba cepat yang sebagian orang meragukan isi kitab kuning, justru kitab-kitab inilah yang menjadi acuan paling baku untuk menjawab persoalan kehidupan yang terjadi saat ini.

Dengan kata lain, isi kitab kuning yang dibuat sejak jaman klasik, permasalahan yang terjadi masih relevan sesuai dengan permasalahan saat ini. Tidak heran jika kitab ini sakralisasi tradisi menuju profinasi.

3. Leadership

Bagi Pondok Pesantren Khairul Ummah 2 Pekanbaru, program Leadership merupakan pelajaran penting yang sudah seharusnya diberikan kepada para santri. Sesuai dengan visi kami untuk menghasilkan lulusan yang unggul, para santri harus siap memimpin dan siap dipimpin. Kepemimpinan tidak cukup dipelajari secara teori semata, tetapi harus diimplementasikan secara nyata.

4. Enterpreneurship

Entrepreneurship dalam konteks pondok pesantren merujuk pada usaha dan kegiatan yang berfokus pada pengembangan keterampilan kewirausahaan dan penciptaan peluang bisnis di lingkungan pesantren. Pondok pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional di Indonesia, memiliki potensi yang besar untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan dengan pendidikan dan pengajaran agama.

Dengan mengintegrasikan entrepreneurship dalam kurikulum pesantren, santri tidak hanya memperoleh keterampilan praktis untuk menjalankan usaha tetapi juga belajar bagaimana menerapkan nilai-nilai agama dalam dunia bisnis. Ini membantu mereka menjadi individu yang tidak hanya sukses secara ekonomi tetapi juga berkontribusi positif kepada masyarakat sesuai dengan ajaran Islam.